Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 22 Februari 2016

Cara Kreatif Belanda Belajar dari Alam dan Bertahan di Bawah Air


Dilihat dari segi geografi, Indonesia merupakan negara yang beruntung. Bagaimana tidak? Tanah air Indonesia yang menyebar di sekitar khatulistiwa menjadikan negeri ini beriklim tropis. Letak kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, membuat wilayah Indonesia strategis berada pada posisi silang. Hal ini mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Total daratan Indonesia 1.922.570 km² dengan daratan non-air: 1.829.570 km² dan daratan berair: 93.000 km². Dengan lima pulau besarnya  Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, Indonesia kaya akan potensi alam, laut, dan tanah yang subur. Sampai muncul lagu Koes Plus berjudul Kolam Susu yang terinspirasi dari kayanya Indonesia
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Yap, melihat fakta-fakta di atas, sebagai orang Indonesia kita dapat berbangga hati. Namun, jika kita melirik sedikit ke negara yang memiliki hubungan dekat dengan Indonesia selama 350 tahun di masa silam, tentu rasa syukur itu akan bertambah, bahkan dapat berubah menjadi decak kagum. Mengapa?  Fasilitas alam dan kenyamanan geografis yang kita miliki sayangnya tidak dimiliki negara tersebut, tetapi apakah itu membuat negara asal legenda pesepakbola Ruud Gullit tersebut menjadi terpuruk? Hmm…
Belanda nama negeri itu. Tentu anda tahu kalau bentuk permukaan tanah Belanda termasuk yang unik. Terletak di benua Eropa dengan berbatasan langsung dengan Laut Utara, Belanda memiliki permukaan tanah yang sangat rata. Hampir separuh dari negara Belanda berada kurang satu meter dari permukaan laut. Permukaan tertingginya hanya 321 meter di permukaan laut, yaitu propinsi Limburg, yang berada di bagian tenggara negeri Belanda. Bagaimana dengan permukaan terendahnya? Daerah bernama Nieuwerkerk aan den Ijssel berada berada 6.76 dibawah permukaan laut!
 Wah, jika begitu bagaimana penduduk di sana bertahan dari bentukan alam yang tidak mendukung tanah negerinya? Belajar dari tempaan alam asli, ternyata malah membuat Belanda menjadi lebih kreatif. Banjir besar dan lautan badai yang berulang kali menerpa mendorong negara Oranye ini pantang menyerah pada keadaan, Si Oranye ini tetap optimis membangun masa depannya.
Sampai di sini, Anda pun tentu paham mengapa Belanda disebut negara  bendungan? Betul, untuk bertahan dari terjangan air maka dibuatlah bendungan-bendungan untuk menahan air yang mengelilingi tanah Belanda. Bendungan pertama dibangun seribu tahun lalu (bisa dibayangkan? Itu 1000 tahun yang lalu!). Caranya: danau-danau dikeringkan, polder (tanah reklamasi) dibangun, dan ketinggian air dikontrol. Sampai pada akhirnya pembangunan bendungan berujung pada suatu karya raksasa.
Afsluitdijk nama karya tersebut. Pada monumen bendungan Afsluitdijk tertulis: “Bangsa yang hidup, membangun masa depannya”. Dari kalimat tersebut dapat tercermin gigihnya perjuangan para penggagasnya. Afsluitdijk adalah salah satu mahakarya modern Belanda, satu keping bendungan yang membentang sepanjang 32 km lurus-lempeng, dengan lebar 90 m, seolah seperti garis yang membelah lautan. Dengan ketinggian 7,25 meter dari permukaan laut, di atas bendungan tersebut terbentang jalan bebas hambatan dan jalur khusus untuk sepeda. Afsluitdijk sungguh merupakan pemandangan indah bagi orang yang berkendara di atasnya.
Afsluitdijk mulanya dibangun pada tahun 1927 dan 1933. Didorong oleh terjadinya banjir besar yang tiada hentinya, akhirnya pemerintah Belanda pun meloloskan rencana pembangunan bendungan ini. Pada tahun 1920 dimulailah suatu proyek ambisius yang dimulai dengan: ‘menguras dan mengeringkan’ laut. Terbayangkah oleh Anda bagaimana menguras kaut? Untuk menguras air tergenang akibat banjir di komplek perumahan saja sulit, apalagi menguras laut?
Lalu, apakah sampai di situ saja perjuangan negeri tulip ini dalam membangun bangsanya? Ternyata belum, alam telah mengajarkan mereka untuk tangguh dan kreatif bertahan. Maka suatu pekerjaan mahakarya konstruksi modern yang jauh lebih besar dan rumit dari Afsluitdijk dirancang. Delta Works namanya, proyek ini adalah pembangunan tanggul penahan gelombang laut. Perencanaan tata ruang dan konstruksi difokuskan pada pemisahan air dan dataran. Delta Works yang dibangun berkelanjutan dari tahun 1950an–1997 ini masih dilanjutkan lagi konstruksinya karena situasi terakhir pemanasan global dan naiknya permukaan air laut. Dengan tembok setinggi 13 meter dari permukaan laut, sistem ini diyakini mampu menahan badai besar yang terjadi di Belanda.
Dengan total panjang 16.500 km, yang terdiri dari 2.420 km bendungan utama dan 14.080 km bendungan sekunder, jumlah totalnya adalah 300 struktur raksasa. Tentu tidak diragukan lagi Afsluitdijk dan Delta Work, dua mega proyek tersebut kini dipercaya menjadi salah satu keajaiban konstruksi raksasa di dunia modern ini.
Belajar dari tuntutan alam dan ‘dipaksa’ berkreasi untuk dapat bertahan di negara sendiri memanglah tidak mudah. Mungkin itulah yang menyebabkan bidang konstruksi Belanda berkembang sedemikan pesat.
Berkaca dari negara kincir angin ini, banyak hal yang bisa kita ambil hikmahnya: melihat kekuatan dari pembelajaran alam, membangun sesuatu yang sulit menjadi mungkin, dan mewujudkan hidup di bawah lautan! Saatnya kita kembali menelaah diri sendiri. Seperti yang Koes Plus bilang, tanah kita tanah surga, mungkin kita sudah terlalu terlena dengan surga yang kita miliki. Saatnya bangkit, belajarlah dari alam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar