Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 10 Juni 2011

PROFESI KEPENDIDIKAN (GURU)

1. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkunganya. Oleh karena itu, guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin yang akan dijelaskan di bawah ini:
a. Tanggung Jawab
Dimaksudkan Guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Wibawa
Dimaksudkan Guru harus mempunyai kelebih dalam merealisasikan nilai sepiritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang di kembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (idependent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.

c. Disiplin
Dimaksudkan Guru harus memetuhi segala peraturan dan tata tertib secara konsisten atas kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan prilakunya.

2. Guru Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan tugas pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama yang utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembanguntuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.
Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat berkembangnya, belum mampu menggantikan peran guru, hanya sedikit menggeser atau merubah fungsinya, itupun di kota-kota besar saja, ketika peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Disamping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televise, berbagai filem pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning (e-learning). Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Masih perlukah guru mengajar di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan, dan menerangkan? Menanggapi hal tersebut, ada pendapat bahwa tak seorangpun dapat mengajar sesuatu pada orang lain, dan peserta didik harus melakukan sendiri kegiatan belajar. Pendapat ini telah diterima baik, tetapi tidak berarti bahwa guru tidak membantu kegiatan belajar. Pertentangan tentang mengajar berdasarkan suatu unsur kebenaran yang berangkat dari pendapat kuno yang menekankan bahwa mengajar berarti memberitahu atau menyampaikan materi pembelajaran. Dalam hal ini, konsep lama yang cenderung membuat kegiatan pembelajaran menjadi menonton wajar jika mendapat tantangan, tetapi tidak dapat didiskreditkan untuk semua pembelajaran.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa paktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika fakto-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus beusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. Membuat ilustrasi
Maksudnya, pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari peserta didik dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada peserta didik.

2. Mendefinisikan
Maksudnya, meletakan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta didik.

3. Menganalisis
Maksudnya, membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian.

4. Mensintesis
Maksudnya, mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki inti, hubungan antara yang satu dengan yang lain nampak jelas, dan masalah itu tetap berhubungan dengan dengan keseluruhan yang lebih besar.

5. Bertanya
Maksudnya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang dipelajari menjadi lebih jelas, seperti yang dilakukan Socrates.

6. Merespon
Maksudnya, mereaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.

7. Mendengarkan
Maksudnya, memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru maupun peserta didik.

8. Menciptakan kepercayaan
Maksudnya, peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.

9. Memberikan pandangan yang bervariasi
Maksudnya, melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang, dan melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.

10. Menyediakan media untuk mengkaji materi standar
Maksudnya, memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran, dan sumber belajar yang berhubungn dengan materi dasar.

11. Menyesuaikan metode pembelajaran
Maksudnya, menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dipelajari.

12. Memberikan nada perasaan
Maksudnya, membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan hidup melalui antusias dan semangat.

Uraian di atas lebih bersifat teknis, karena dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik, guru melakukan banyak hal melalui kebiasaan; tentusaja ada keinginan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaannya, sehingga hasilnya pun semakin baik yang diwujudkan dalam prestasi belajar peserta didik.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar. Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebainya guru mengetahui bagaimana peserta didik memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hati-hati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran (empati).

3. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perejalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut pisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus di tempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerja sama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun diluar kelas yang mencakup seluruh kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengembangan setiap aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tentu mempunyai tujuan, kecuali orang yang berjalan secara kebetulan. Keinginan, kebutuhan dan bahkan naluri manusia menuntut adanya suatu tujuan. Suatu rencana dibuat, perjalanan dilaksanakan dan dari waktu ke waktu terdapatlah saat berhenti untuk melihat kebelakang serta mengukur sifat, arti, dan efektivitas perjalanan sampai tempat berhenti tadi.
Berdasarkan ilustrasi diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasikompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai contoh, kualitas hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan membaca dan menyatakan pikiran-pikirannya secara jelas.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka harus memilikipengalaman dalam kompetensi yang dapat menimbulkan kegiatan belajar.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna, kurang menantang rasa ingin tahu, dan kurang imaginatif.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil, mengapa, dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan dimasa mendatang agar pembelajaran menjadi sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai kemajuan dan keberhasilan, sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya (self-directing)? Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang harus dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

4. Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya.Untuk itu, guru harus banyak tahu meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi disbanding orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi tanggungjawabnya, ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata jujur, dan berkata “saya tidak tahu”. Kebenaran adalah sesuatu yang amat mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata “saya tidak tahu” maka bukanlah guru professional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu ysng tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Pelaksanaan fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh kreativitas peserta didik.

5. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasihat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasihat dan kepercayaan diri.
Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaannya, dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Diantara makhluk hidup di planet ini, manusia merupakan makhluk yang unik, dan sifat-sifatnyapun berkembang secara unik pula. Menjadi apa dia, sangat dipengaruhi pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Untuk menjadi manusia dewasa, manusia harus belajar dari lingkungan selama hidup dengan menggunakan kekuatan dan kelemahannya. Pendekatan psikologis dan mental health diatas akan banyak menolong guru dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat, yang telah banyak dikenal bahwa ia banyak membantu peserta didik untuk dapat membuat keputusan sendiri.

6. Guru Sebagai Pembahaharu (Innovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak dari pada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah memahami bagaimna keadaan jurang pemisah ini dan bagaimana menjembataninya secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berfikir, melalui pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalami perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif.
Unsur yang hebat dari manusia adalah kemampuannya untuk belajar dari pengalaman orang lain. Kita menyadari bahwa manusia normal dapat menerima pendidikan, dengan memiliki kesempatan yang cukup, ia dapat mengambil bagian pengalaman yang bertahun-tahun, proses belajar serta prestasi manusia dan mewujudkan yang terbaik dalam suatu kepribadian yang unik dalam jangka waktu tertentu. Manusia tidak terbatas pada pengalaman pribadinya, melainkan dapat mewujudkan pengalaman dari semua waktu dan dari setiap kebudayaan. Dengan demikian, ia dapat berdiri bebas pada saat terbaiknya, dan guru yang tidak sensitif adalah buta akan arti kompetensi professional. kemampuan manusia yang unik ini harus dikembangkan sehingga memberikan arti penting terhadap kinerja guru.
Prinsip modernisasi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk buku-buku sebagai alat utama pendidikan, melainkan dalam semua rekaman tentang pengalaman manusia. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah dan bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Pada kenyataannya, semua pikiran manusia harus dikemukakan kembali disetiap generasi oleh para guru yang tentu saja dengan berbagai perbedaan yang dimiliki secara individual, termasuk siapa saja yang berminat untuk menulis. Memang dalam beberapa hal berlaku apa yang dikatakan oleh para pendeta kuno “ there is nothing news under the sun” (tidak ada barang baru di bawah matahari), tetapi guru dan penulis bisa berbesar hati berdasar kenyataan bahwa pikiran-pikiran atau dalil-dalil lam dapat diletakkan dalam model baru, pakaian baru dan dalam proses ini semuanya akan tampak baru. Sekurang-kurangnya menjadi baru bagi peserta didik, dan bagi para pendengar. Oleh karena itu, sebagai jembatan antara generasi tua dan generasi muda, yang juga sebagai penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.


7. Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata, “jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk diteladani, disamping saya sendiri ingin bebas untuk menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain. Jika peserta didik harus memiliki model, biarkanlah mereka menemukannya dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstrutif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami, dan tak perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru:
1. Sikap Dasar : postur psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.

2. Bicara dan Gaya Bicara : penggunaan bahasa sebagai alat berfikir.

3. Kebiasaan Bekerja : gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.

4. Sikap Melalui Pengalaman dan Kesalahan : pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilaiserta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.

5. Pakaian : merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.

6. Hubungan Kemanusiaan : diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.

7. Proses Berfikir : cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.

8. Perilaku Neurotis : suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.

9. Selera : pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.

10. Keputusan : keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.

11. Kesehatan : kualitas tubuh, pikiran dan semangat. Yang merefleksikan kekuatan, perspektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.

12. Gaya Hidup Secara Umum : apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.

Apa yang diterapkan di atas hanyalah ilustrasi, para guru dapat menambah aspek-aspek tingkah laku lain yang sering muncul dalam kehidupan bersama peserta didik. Hal ini untuk menegaskan berbagai cara pada contoh-contoh yang diekspresikan oleh guru sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari.
Secara teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru,sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Memang setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu. Pertanyaan yang timbul adalah apakah guru harus menjadi teladan baik di dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam seluruh kehidupannya? Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus bisa menjadi teladan di kedua posisi itu, tetapi jangan sampai hal tersebut menjadikan guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dalam batas-batas tertentu, sebagai manusia biasa tentu saja guru memiliki berbagai kelemahan, dan kekurangan.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah model yang diberikan oleh guru harus ditiru sepenuhnya oleh peserta didik? Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi setiap peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Akhirnya tetapi bukan terakhir dalam pembahasannya, haruskah guru menunjukkan teladan terbaik, moral yang sempurna? Alangkah beratnya pertanyaan ini. Kembali seperti dikatakan di muka, kita menyadari bahwa guru tetap manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, guru yang baik adalah guru yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian ia menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan perlu diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.

8. Guru Sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkembang dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebuh berat disbanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “ guru bisa di gugu dan di tiru “. Digugu bahwa maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru dan diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilaiyang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Secara nasional, nilai-nilai tersebut sudah dirumuskan, tetapi barangkali masih ada nilai tertentu yang belum diwadahi dan harus dikenal oleh guru, agar dapat melestarikannya, dan berniat untuk tidak berperilaku yang bertentangan dengan nilai tersebut. Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat dia menyikapi hal tersebut, sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, wawasan nasional mutlak diperlukan dalam pembelajaran.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.
Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik. Sebagian kemarhan bernilai negatif, dan sebagian lagi bernilai fositif. Kemarahan yang berlebihan seharusnya tidak ditampakkan, karena menunjukan kelebihan emosi guru,. Dilihat dari penyebabnya, sering Nampak bahw kemarahan adalah salah karena ternyata disebabkan oleh peserta didik yang tidak mampumemecahkan masalah atau menjawab pertanyaan, padahal dia telah belajar dengan sungguh-sungguh.kematangan emosi guru akan berkembang sejalan dengan pengalaman bekerja, selama dia mau memanfaatkanpengalamannya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya saja yang bertambah, melainkan bertambahnya kemampuan memecahkan masalah atas dasar pengalaman masa lalu.
Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya tidak akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
Jika di masyarakat, guru diamati dan dinilai oleh masyarakat, maka disekolah guru diamati oleh peserta didik, dan oleh teman sejawat serta atasannya. Dalam kesempatan tertentu sejumlah peserta didik membicarakan kebaikkan gurunya, tetapi dalam situasi lain mereka membicarakan kekurangannya. Ada baiknya jika guru sering minta pendapat teman sejawat atau peserta didik tentang penampilannya sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas, dan segera memanfaatkan pendapat yang telah diterima dalam upaya mengubah atau memperbaiki penampilan terentu yang kurang tepat.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua manusia (peserta didik) dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan, dan mereka semua memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Misalkan kita memberikan mainan kepada seorang bayi, perhatikan bagaimana dia asiknya memainkan mainannya, menggerak-gerakan seluruh bagian tubuhnya sebagai reaksi terhadap mainan tersebut, memutar dengan tangan, menggigit atau memasukan mainan tersebut ke mulutnya dan bahkan sekali-kaliia melemparkannya. Kesemuanya itu dilakukan karena rasa ingin tahunya terhadap mainan.
Belajar dari pengalaman tersebut, dalam pembelajaranpun kondisinya tidak jauh berbeda peserta didik memiliki rasa ingin tahu, dan memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karena itu, tugas guru yang paling utama adalah bagaimana membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik agar tumbuh minat dan motivasinya untuk belajar.
Untuk kepentingan tersebut perlu dikondisikan lingkungan yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa prestasi belajar peserta didikpada akhir-akhir ini cenderung rendah? Mengapa banyak peserta didik yang malas belajar? Mengapa banyak yang membolos? Lebih dari itu mengapa banyak yang memilih main di mall, atau berkelahi dari pada belajar? Maka jawabannya sederhana saja karena mereka tidak merasa senang belajar, karena tidak ada rasa ingin tahu dan rasa ingin belajar di kalangan peserta didik. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena para guru tidak menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan kurang dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik. Disinyalir dan didukung oleh beberapa hasil penelitian bahwa para guru menyampaikan bahan sesuai dengan urutan-urutan dan ruang lingkup yang ada dalam buku teks. Ini yang harus diubah. Masalahnya sekarang bagaimana mengubah persepsi dan pola pikir guru terhadap tugas pokoknya mengajar, bahwa mengajar bukan semata-mata menyampaikan bahan sesuai dengan buku teks, tetapi yang paling penting bagaimana memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik sehingga bangkit rasa ingin tahunya dan terjadilah proses belajar yang tenang dan menyenangkan.

9. Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaanya memerlukan penyesuian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa ia tidak mengetahui sesuatu maka ia berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. Usaha mencari sesuatu itu adalah mencari kebenaran, seperti seorang ahli filsafat yang senantiasa mencari, menemukan dan mengemukakan kebenaran.
Tentang kebenaran ini, Plato pernah mengemukakan : “Wise, I may not call them ; for that is a great name which belongs ti God alone-lovers of wisdom or philosphers is their modest and be fitting title”.
Kebutuhan untuk mengetahui merupakan kebutuhan semua manusia. Dalam diri orang tua ia menjadi lebih sistematis, lebih terarahkan, mengekspresikan dirinya secara khusus sebagaimana profesi itu, atau dalam penyelidikan yang lebih umumdari para ilmuwan, penyair dan peramal. Bagi remaja, usaha untuk mengetahui bersifat umum dan tidak dilakukan dengan baik, sedangkan pada anak merupakan hal yang alami. Sebagai peneliti, guru tidak berpura-pura mencari sesuatu, karena hal itu merupakan pekerjaannya yang lain, berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak.
Menyadari akan kekurangannya, guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Bagaimana menemukan apa yang tidak diketahuinya? Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.

10. Guru Sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemostrasikan dan menunjukan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak di lakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreatifitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator yang berada di pusat proses pendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan dimasa mendatang lebih baik dari sekarang.

11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus tampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu, para guru perlu dibekali dengan ajaran tentang hakekat manusia dan setelah mengenalnya akan mengenal pula kesabaran Allah yang menciptakannya.
Pandangan manusia dipengaruhi oleh pengetahuan tentang sejarah manusia itu. Banyak pemikir yang telah mengekspresikan gagasannya tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia, sehingga beda pandangan orang tentang manusia, mengakibatkan perbedaan perlakuan. Kita tahu ada satu masa ketika terdapat perbudakan dan kita tahu pula munculnya perlawanan terhadap perbudakan manusia. Manusia itu sendiri merupakan bagian dari sejarah, yang didalamnya terdapat perkembangan pikiran tentang manusia, misalnya dari belum mengenal Tuhan sampai mengenal Tuhan disertai dengan segala bentuk perilaku yang menunjukan kepercayaanya. Dalam kaitan ini, kita tidak lupa akan peranan para utusan Tuhan untuk membuat manusia mengenal Tuhannya, dan salah satu akibatnya adalah berubahnya pandangan terhadap manusia sehingga terjadi usaha-usaha pembebasan manusia dari perbudakan,
Melalui contoh-contoh para pemikir dan pejuang martabat manusia di mata manusia yang lain, guru akan mampu menanamkan pandangan yang positif terhadap martabat manusia kedalam pribadi peserta didik. Kita tidak ingin peserta didik menjadi orang yang akan memperbudak orang lain, melainkan menjadi orang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga terjadi kehidupan bermasyarakat yang sejahtera lahir batin.

12. Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu, serta kegiatam rutin yang amat diperlukan dan sering kali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya. Di samping itu, jika kegiatan rutin tersebut tidak disukai, bisa merusak dan merubah sikap umumnya terhadap pembelajaran. Sebagai contoh, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus membuat persiapan tertulis, jika guru membenci atau tidak menyenangi tugas ini maka akan merusak keefektifan pembelajaran.
Sebagian besar kegiatan manusia dalam suatu masyarakat yang kompleks merupakan suatu hal yang rutin. Pekerjaan rutin memang banyak dibenci, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak; namun setiap profesi dan bahkan setiap aspek kehidupan manusia memerlukan keterampilan rutin yang harus dikuasai dan dikerjakan secara teratur, termasuk dalam pembelajaran.
Sedikitnta terdapat 17 (tujuh belas) kegiatan rutin yang sering dikerjakan guru dalam pembelajaran di setiap tingkat, yaitu:
1. Bekerja tepat waktu baik diawal maupun akhir pembelajaran.
2. Membuat catatan dan laporan sesuai dengan standar kinerja, ketepatan dan jadwal waktu.
3. Membaca, mengevaluasi dan mengembalikan hasil kerja peserta didik.
4. Mengatur kehadiran peserta didik dengan penuh tanggungjawab.
5. Mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan, semesteran dan tahunan.
6. Mengembangkan peraturan dan prosedur kegiatan kelompok, termasuk diskusi.
7. Menetapkan jadwal kerja peserta didik.
8. Mengadakan pertemuan dengan orang tua dan dengan peserta didik.
9. Mengatur tempat duduk peserta didik.
10. Mencatat kehadiran peserta didik.
11. Memahami peserta didik.
12. Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, kepustakaan, dan media pembelajaran.
13. Menghadiri pertemuan dengan guru, orang tua peserta didik dan alumni.
14. Menciptakan iklim kelas yang kondusif.
15. Melaksanakan latihan-latihan pembelajaran.
16. Merencanakan program khusus dalam pembelajaran, misalnya karyawisata.
17. Menasehati peserta didik.

Iklim belajar menentukan situasi pembelajaran yang produktif dan kreatif, dan bergantung pada derajat kemahiran serta gaya kegiatan rutin tersebut dilaksanakan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan rutin yang diterima oleh semua pihak merupakan syarat yang diperlukan bagi kebebasan, pemahaman dan kreatifitas. Tanpa adanya kegiatan rutin, tidak terdapat kekuatan atau kesempatan untuk mencoba alternatif kegiatan sebagai hal pokok dari kebebasan, pemahaman yang mendalam, dan kreativitas.

13. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan, dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Untuk menjalankan fungsi ini guru harus memahami mana yang tidak bermanfaat dan barangkali membahayakan perkembangan peserta didik, dan memahami mana yang bermanfaat.
Guru dan peserta didik bekerjasama mempelajari cara baru, dan meninggalkan kepribadian yang telah membantunya mencapai tujuan dan menggantinya sesuai dengan tuntutan masa kini. Proses ini menjadi suatu transaksi bagi guru dan peserta didik dalam pembelajaran.
Dalam setiap aspek, perkembangan kepribadian memiliki ciri khusus sesuai dengan tuntutan kenyataan yang efektif dilihat dari segi waktu dan tempat. Ketika terjadi perubahan tuntutan terhadap cara berpprilaku, peserta didik dan guru harus segera menyesuaikan dan memenuhi tuntutan baru, serta meninggalkan kebiasaan lama yang tidak lagi membantu pemenuhan kebutuhan. Mereka berharap dapat memasuki dunia baru yang memerlukan ide, kebiasaan dan keterampilan baru, dengan tetap memelihara cara lama yang memuaskan dan masih sesuai.
Memang proses meninggalkan cara lama dan langsung mengambil yang baru merupakan sesuatu yang harus dan kompleks. Bukanlah karena yang lama jelek, akan tetapi merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan dalam kurun waktu dan tempat tertentu, dan pernah menjadi sesuatu yang baik, serta telah memberikan bantuan dalam usaha memenuhi kebutuhan pribadi.
Pendidikan yang baik dan guru yang efektif berusaha memikirkan perkembangan kepribadian peserta didik dalam kehidupan. Akan tetapi guru pun merupakan pribadi, dan merupakan bagian dari proses pendidikan. Sebagai suatu lembaga pendidikan, sering sekali mengarah pada kristalisasi yang mempertahankan apa yang telah ada, dibanding memikirkan pertumbuhan anak dalam kehidupan.
Banyak sekali hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk memelihara pertumbuhan kepribadian. Pertama, bisa menjadi orang yang siap dengan pengertian seperti konflik antara keinginan atau tetap dan untuk berubah, serta menyadari dan tidak menyadari. Kedua, berusaha keras untuk memberikan pengalaman yang luas, sehingga memungkinkan peserta didik menilai keberadaannya sehubungan dengan pengalamannya. Ketiga, guru juga sebagai “swinger” yang berpindah dari satu posisi ke posisi yang lain khususnya dalam ide. Fungsi demikian terjadi dalam pembelajaran, ketika peserta didik telah berhasil memecahkan suatu masalah dan berpindah kemasalah yang lain. Guru juga adalah pembelajar tetap dari drama perkembangan manusia, dengan banyak membaca dan melakukan observasi terhadap pengalamanya sendiri untuk mencapai pemahaman tentang kehidupan. Dalam hal ini, peran guru adalah memberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan dan mengajarkan kebenaran bahwa pelajaran lebih penting daripada tujuan, dan proses lebih berarti daripada hasil akhir.

14. Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta bagaiman berhubungan dengan keberadaan itu. Tidak mungkin manusia hanya muncul dalam lingkungannya, dan behubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal-usulnya. Ia benar-benar ingi tahu tentang keberadaanya serta ingin tahu kapan, bagaimana dan mengapa ia terjadi di dunia ini. Semua itu diperoleh melalui cerita.
Cerita berlangsung secara lisan hingga mencapai era kristalisasi kata-kata yang tertulis, telah memberikan keberhasilan generasi baru dan generasi berikutnya serta dengan kesabaran melengkapi manusia dengan catatan tentang pewarisnya. Dalam hal ini, perpustakaan yang besar telah menjadi munumen yang hebat bagi pikiran manusia, kekayaan manusia yang di tinggalkan manusia sedunia telah berada dalam buku-buku, halaman-halaman, garis-garis, yang menyimpan kata-kata tertulis. Menjadi kewajiban manusia untuk mengembangkan luasnya kehidupan kedalam ide-ide dan membiarkan mereka hidup kembali, walaupun bagai bunga-bunga di padang pasir, terbengkalai sementara waktu, tetapi untuk sampai pada saat kehidupan baru mereka disuburkan oleh hujan, salju dan sinar matahari.
Guru dengan menggunakan suaranya memperbaiki kehidupan melalui puisi dan berbagai cerita tentang manusia. Guru tidak takut untuk menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ia berharap menjadi pembawa cerita yang baik.
Manusia tertarik dengan apasaja yang terkait dengan dirinya sendiri. Ketika seseorang melihat dirinya sendiri pada cermin, ia benar-benar merasa terpikat denga apa yang dilihatnya, ia diam, dan memanfaatkan cara ini untuk memikirkan apa yang dilihat. Di depan cermin, menggerakan bibirnya, menggerakan kepalanya, dan macam-macam gerak lagi untuk meyakinkan apa yang dilihat dan berharap apa yang dilihatnya memang benar.
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tolak ukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membanddingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di masa lalu. Guru haruslah berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
Sebagai pendengar, peserta didik dapa menidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam certa, dapat secara objektif menganalisis, menilai manusia kejadian-kejadian, pikiran-pikiran. Mereka bisa jatuh cinta, dan menguji kemampuanya untuk mencintai, dapat membenci, dapat mengetahui kekuatan yang dapat menghancurkan rasa benci, memimpikan dan mengetahui baiknya harapan serta tidak enaknya kekecewaan.
Salah-satu karakteristik pembawa cerita yang baik adalah mengetahui bagaimana menggunakan pengalaman dan gagasan para pendengarnya, sehingga mampu menggunakan kejadian di masa lalu untuk menginterprentasikan kejadian sekarang dan yangakan datang. Jadi guru diharapkan mampumembawa peserta didik mengikuti jalannya cerita dengan berusaha membuat peserta didik memiliki pandangan yang rasional terhadap sesuatu.
Pembawa cerita yang baik mengandalkan kemampuan dan menyadari keterbatasan fisiknya agar dapat mendapatkan keefektifan yang maksimal. Ia memahami kemampuan suaranya dan tahu bagaiman menggunakannya, mampu memvareasikan irama dan volume suara, memilih waktu pelompatan cerita, menggolah ide yang diperlukan, serta menggunakan kata-kata secara jelas.

15. Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru harus melakukan apa yang ada dalam naskah yang telah disusun dengan mempertimbangkan pesan yang akan disampaikan kepada penonton. Penampilan yang bagus dari seorang actor akan mengakibatkan para penonton tertawa, mengikuti dengan sungguh-sungguh, dan bisa pula menangis terbawa oleh penampilan sang actor. Untuk bisa berperan sesuai dengan tuntutan naskah, dia harus menganalisis dan melihat kemampuannya sendiri, persiapannya, memperbaiki kelemahan, menyempurnakan aspek-aspek barudari setiap penampilan, mempergunakan pakaian, tata rias sebagaimana yang diminta, dan kondisinya sendiri untuk menghadapi ketegangan kondisinya, dari malam ke malam serta mekanisme fisik yang harus di tampilkan.
Sang aktor harus siap mental terhadap pernyataan senag dan tidak senang dari para penonton dan kritik yang diberikan oleh media massa. Emosi harus dikuasai karena kalau seseorang telah mencintai atau membenci sesuatu akan berlaku tidak objektif, perilakunya menjadi distorsi dan tak terkontrol. Ringkasnya, untuk menjadi actor yang mampu membuat para penonton bisa menikmati penampilannya serta memahami pesan yang di sampikan, diperlukan persiapan, baik pikiran, perasaan maupun latihan fisik.
Setiap individu memiliki banyak peran untuk dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan menolak anggapan bahwa guru adalah seorang actor. Untuk mengajar, guru harus memiliki gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lainpun berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia harus mengembangkan pengetahuan yang telah dikumpulkan serta mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan pengetahuan itu. Kemampuan berkomunikasi merupakan sesuatu seni atau keterampilan yang dikenal dengan mengajar.
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol. Untuk melakukan hal ini ia mempelajari semua hal yang berhubungan dengan tugasnya, sehingga dapat bekerja secara efektif.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar. Demikianlah, guru memiliki kemampuan menunjukkan penampilannya di depan kelas.
Guru harus menguasai materi standar dalam bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, memperbaiki keterampilan, dan mengembangkan untuk mentransfer bidang studi itu. Ia mempelajari peserta didik, alat-alat yang dapat dipergunakan untuk menarik minat, dan tentu saja mempelajari bagaimana menggunakan alat secara efektif dan efisien.
Bidang studi yang harus diajarkan telah diseleksi sebagai bagian dari kurikulum. Guru harus mempelajarinya dengan saksama, termasuk urutan penyajiannya. Berbagai usaha untuk meningkatkan minat dan mempermudah pencapaian tujuan haruslah dilaksaanakan, misalnya alat peraga, warna dinding dan pengaturan cahaya atau fentilasi kelas.
Untuk menghibur orang-orang yang merasa bahwa guru bukanlah seorang aktor atau harus tidak bertindak sebagai aktor, sebaiknya dilihat proses bagaimana dia menjadi seorang aktor yang nyata. Ia memilih mengajar sebagai karier, mengabdi melalui bidang studi tertentu, yang memerlukan waktu, uang, tenaga dan harus menguasai bidangnya, serta belajar mengajarkannya kepada orang lain.

16. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika masyarakat membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru harus mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman, pengakuan dan dorongan. Dia tahu bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Dalam hal ini guru harus mampu melihat sesuatu yang tersirat disamping yang tersurat, serta mencari kemungkinan pengembangannya.
Untuk memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tersirat, perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja, ketekunan, kesabaran dan tentusaja kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya sehingga guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari setatus terbuang menjadi dipertimbangkan oleh masyarakat. Guru telah melakukan fungsinya sebagai emansipator, ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tidak berharga, merasa dicampakan orang lain atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hamper putus asa, dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta didik hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, keuletan dan seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit kembali harapannya.
Guru sadar bahwa unformasi telah dimiliki peserta didik sebelum mereka masuk kelas, ia juga sadar bahwa apa yang diketahui orang bisa jadi fakta yang belum di organisir menjadi hubungan yang bermakna. Salah satu tanda bahwa peserta didik telah memahami hubungan yang bermakna adalah mampu menjelaskan apa yang diketahuinya. Karena itu, guru harus membina kemampuan peserta didik untuk menginformasikan apa yang ada dalam pikirannya. Jika kemampuan tersebut telah dimiliki, maka perasaan rendah diri tadi berangsur-angsur hilang, dan bebaslah peserta didik dari keadaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini, guru telah melakukan emansipasi.
Guru sering melihat potensi ketika air kreativitas telah nampak mengalir, ia melihat sekelompok peserta didik yang terisolir dari aliran air yang lain, dan mengisi sumur itu dengan ide-ide pengetahuan dan harapan. Hal ini akan membantu peserta didik meraih hubungan dengan budaya di sekitarnya dan hidup lebih berisi, lebih kaya, walaupun seringkali mendapatkan hambatan.
Bagaikan seorang penasehat, guru melihat potensi yang terdapat pada benda (bahan) yang dikerjakannya. Dia menerima itu sebagaimana adanya dan dengan penuh kesungguhan bahan itu dijadikan. Demikianlah guru menerima peserta didik yang datang dengan berbagai latar belakang budaya di sekelilingnya.
Karena benda yang digarapnya bukan benda mati sebagaimana yang diharapkan oleh pemahat, maka guru berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik sedemikian rupa sehingga menjadi pribadi yang kreatif. Untuk itu dia memberikan kesempatan kepada peserta didik mengajukan pertanyaan, memberikan balikan, memberikan kritik dan sebagainya, sehingga mereka merasa memperoleh kebebasan yang wajar.

17. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dalam setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.
Sebagai suatu prosespenilaian dilaksanakan dengan prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Mengingat kompleksnya proses penilaian, guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai. Dalam tahap persiapan terdapat beberapa kegiatan, antara lain penyusunan table spesifikasi yang didalamnya terdapat sasaran penilaian, pada tahap pelaksanaan, dilakukan pemakaian instrumen untuk menemukanrespon peserta didik terhadap instrument tersebut sebagai bentuk hasil belajar, selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data yang telah dikumpulkan dan dianalisis untuk membuat tafsiran tentang kualitas prestasi belajar peserta didik.
Kemampuan lain yang harus dikuasai oleh guru sebagai evaluator adalah memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal.
Hal penting untuk diperhatikan adalah bahwa penilaian harus dilakukan dengan adil. Prinsip ini diikuti oleh prinsip lain agar penilaian bisa dilakukan secara objektif, karena penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh paktor keakraban, menyeluruh, mempunyai criteria yang jelas, dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan instrument yang yang tepat pula, sehingga mampu menunjukan prestasi belajar peserta didik sebagaimana adanya. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan rancangan dan frekuensi yang memadai dan berkesinambungan, serta diadministrasikan dengan baik.
Selain menilai hasil belajar,peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang efektifitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan.

18. Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas pendidikan adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusiasekarang maupun di masa depan. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan tugas pendidikan yang lain, yaitu pembekalan individu agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat dan mampu memberikan sumbangan bagi kehidupan di masa depan. Upaya pelestarian dilakukan melalui pembekalan terhadap calon-calon guru.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu, dikembangkan salah satu sarana pendidikan yang disebut kurikulum, yang secara sederhana diartikan sebagai program pembelajaran. Dengan kurikulum, maka jaminan pengetahuan yang telah ditemukan dan disusun oleh para pemikir pendidikan yang lebih kuat. Dalam perkembangannya kurikulum memiliki sifat yang fleksible, sehingga memungkinkan perubahan, memungkinkan guru mengembangkan kreativitasnya, memberi peluang untuk penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, seperti muatan local, desentralisasi dan kurikulum berbasis kompetensi yang dikemas dalam kurikulum 2004.
Untuk dapat mengawetkan pengetahuan sebagai salah satu komponen kebudayaan, guru harus mempunyai sikaf positif terhadap apa yang harus diawetkan. Jika tidak, maka dia akan melakukan tugas bagaikan pasak persegi yang dimasukan kedalam lubang bundar, tentu akan terjadi hambatan dan yang bersangkutan akan melaksanakan tugas tanpa motivasi intrinsic, kebahagiaan sebagai petugas tidak dimiliki, sehingga dia akan bekerja sebagai robot.
Sebagai pengwet, guru harus berusaha mengawetkan pengetahuan yang telah dimiliki dalam pribadinya, dalam arti guru harus berusaha menguasai materi standar yang akan disajikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, setiap guru dibekali pengetahuan sesuai dengan bidang yang dipilihnya.

Sistimatika penulisan skripsi kualitatif

SISTIMATIKA PENULISAN SKRIPSI
MODEL PENELITIAN KUALITATIF

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI OBJEK PENELITIAN
C. FOKUS PENELITIAN DAN PERUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI (KEBERMAKNAAN) PENELITIAN
E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
Studi Kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain
yang terkait dengan nilai, budaya, dan norma yang berkembang pada
situasi sosial yang diteliti

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. METODE
B. TEMPAT PENELITIAN
C. INSTRUMEN PENELITIAN
D. SAMPEL SUMBER DATA
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
F. TEKNIK ANALISIS DATA
G. UJI KESAHIHAN DATA

BAB IV
HASIL PENELITIAN


A. DESKRIPSI NSTITUSI
B. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
C. KESIMPULAN
D. REKOMENDASI




SISTIMATIKA PENULISAN SKRIPSI
MODEL PENELITIAN PEMIKIRAN/TOKOH

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. FOKUS PENELITIAN DAN PERUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI PENELITIAN
E. METODE PENELITIAN
F. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB II
LANDASAN TEORI PENELITIAN
A. DESKRIPSI TEORI
B. KERANGKA BERFIKIR
C. HASIL STUDI TERDAHULU

.


BAB III
PROFIL TOKOH
A. SEJARAH AWAL (KELUARGA DAN LINGKUNGAN-KONTEKS SOSIAL)
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
C. AKTIVITASNYA
D. KARYA DAN KONTRIBUSI

BAB IV
HASIL KAJIAN PEMIKIRAN TOKOH


BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. REKOMENDASI

Etika penulisan skripsi KUANTITATIF

SISTIMATIKA PENULISAN SKRIPSI
MODEL PENELITIAN KUANTITATIF

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH.
C. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI PENELITIAN
E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB II
LANDASAN TEORI PENELITIAN
A. DESKRIPSI TEORI
B. KERANGKA BERFIKIR
C. HIPOTESIS.


BAB III
KERANGKA METODOLOGIS
A. METODE PENELITIAN
B. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK PENARIKAN SAMPEL
C. INSTRUMENTASI PENELITIAN
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
E. TEKNIK ANALISIS DATA

BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. DESKRIPSI DAERAH/INSTITUSI
B. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN
C. PENYAJIAN ANALISIS DATA
D. INTERPRETASI HASIL PENELITIAN.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. REKOMENDASI

ILMU KEPELATIHAN DASAR

Untuk membantu mempermudah kepemimpinan dalam kepelatihan ada beberapa istilah yang perlu diletahui karena berhubungan dengan pengetahuan dasar-dasar kepelatihan antara lain:
Kepelatihan adalah suatu konsep tentang upaya pembinaan sumber daya manusia sdm untuk mencapai prestasi optimal dalam bidang khusus, pada konteks ini sasaran yang ingiun dicapai adalah prestasi dalam bidang olahraga.
Pelatih adalah suatu kegiatan yang merupakan upaya pembinaan sumber daya manusia untuk mencapai prestasi optimal dalam bidang olahraga
Pelatih adalah orang yang memberikan bimbingan serta tuntunan kepada atlet agar dapat tercapai prestasi yang optimal.
Melatih adalah aktifitas pelatih dalam menyiapkan dan menciptakan situasi lingkungan latihan sebaik mungkin dalam konteksnya dengan atlet dalam mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan olahraga, sehingga terjadi proses berlatih secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran tujuan latihan pada saat itu.
Berlatih adalah suatu proses penyempurnaan kualitas atlet, yang dilakukan secara sadar untuk mencapai prestasi optimal, khususnya pada bidang olahraga dan memberikan keterampilan gerak secara ilmiah.
Atlet adalah orang yang menjadi obyek dalam kegiatan pelatihan cabang olahraga yang ditekuni
FUNGSI DAN PERAN PELATIH:
  1. Sebagai perencana (planner) dengan cara mengawali membuat program latihan baik jangka pendek dan jangka panjang.
  2. Sebagai seorang pemimpin (leader)semua tindak tanduk sebagai figure yang digugu dan ditiru, dan bilamana perlu mengadakan diskusi dengan atletnya
  3. Sebagai teman (friend);pada saat proses pelatihan seorang pelatih berlaku sebagai pemimpin, sedangkan pada saat diluar latihan seorang pelatih bertindak sebagai teman.
  4. Sebagai seorang yang selalumau belajar (learner); pelatih tidak boleh merasa puas dengan kemampuan yang dimiliki atletnya pada saat itu, namun secara aktif harus mengikuti dan mempelajari hal-hal yang baru, karena dengan belajar akan makin banyak hal yang diketahui
  5. Kewajaran; dalam memilih target seorang pelatih jangan memaksakan target yang muluk-muluk realistis dengan kemampuan atletnya.
TUGAS PELATIH:
  1. Mencari bibit atlet berbakat
  2. Menyusun rencana/ program latihan
  3. Melaksanakan kepelatihan
  4. Mengevaluasi latihan
TINGKAH LAKU PELATIH:
  1. Disiplin waktu
  2. Memiliki kesehatan jasmani yang baik
  3. Memiliki kesegaran jasmani yang tinggi
  4. Stabil dan matang (dewasa)
  5. Merupakan bagian dari atletnya.
KEPEMIMPINAN PELATIH YANG BAIK
Menurut Mc Kinney (1975) pelatih yang baik mempunyai kemampuan:
- Membantu atlet dalam mengaktuailisasikan potensinya
- Dalam membentuk tim didasarkan pada keterampilan individu yang telah diajarkan
- Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang seimbang
- Mampu menyesuaikan tingkat intelektual dengan keteram[pilan neuro maskuler atlitnya
- Mampu menerapkan prinsip-prinsip ilmiah dalam membentuk kondisi atlet
- Lebih mementingkan unsur pendidikan secara utuh, baru kemudian unsur kepelatihan
- Tidak menyukai kekalahan, namun tidak mencari kemenangan dengan berbagai cara yang tidak fair play
- Mempinyai kemampuan untuk mengendalikan diri kearah penyimpangan profesinya
- Mampu menyatakan bahwa keberhasilannya adalah kerja tim kepada media komunikasi
- Selalu disegani dan dihormati oleh atlet dan teman-temannya
- Memiliki dedikasi yang tinggi terhadap profesinya.
Semoga informasi yang singkat ini bermanfaat bagi para pelatih cabang ol;ahraga dalam melaksanakan tugas kepelatihan. Selamat berjuang
DAFTAR PUSTAKA
Mc Kinney 1975. What is a good coach, Lm 14 dalam the principles and problem of coaching, Illinois: charles C Thomas publisher.
Suhendro, A. 2001. dasar-dasar kepelatihan. Jakarta: pusat penerbit UT. Depdiknas
*penulis adalah guru penjas di SMPN 4 Pasuruan serta aktiv dalam perwasitan sepakbola di lingkup PENGDA JATIM.

CEDERA OLAHRAGA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh atlit olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri.
Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan cedera akibat aktivitas olahraga yang salah. Menurut Wijanarko Adi Mulya, pengurus PBSI (persatuan bulutangkis seluruh Indonesia) Jawa Timur, aktivitas yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan berlebihan terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan olahraga. Kasus cedera yang paling banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang biasanya terlalu berambisi menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan tahap latihan.
Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).
Perawatan dan pencegahan cedera di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa pendidikan jasmani. Makalah ini mencakup agar mahasiswa mampu melaksanakan dan faham tentang prinsip-prinsip, faktor-faktor perawatan cedera dalam olahraga serta dapat mempraktekkanya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.

B. Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
  1. Menjelaskan pengertian cedera
  2. Mengenal secara mendalam tentang macam-macam cedera olahraga
  3. Dapat menjelaskan penyebab dan pencegahan cedera olahraga
  4. Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara pengobatan cedera olahraga.
C. Manfaat Penelitian

Di dalam makalah ini kita dapat mengetahui manfaat dan kerugian dari Cedera Olahraga tersebut. Baik cedera olahraga yang ringan maupun cedera olahraga yang berat. Sebagai calon guru pendidikan jasmani kita harus tahu bagaimana mengkondisikan siswa-siswa supaya meringankan terjadinya cedera olahraga.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori

Olahraga bertujuan untuk menyehatkan badan, memberikan kebugaran jasmani selama cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam olahraga bisa menimbulkan cedera?
Cedera yang dialami tergantung dari macamnya olahraga, misalnya olahrag sepak bola, tenis meja, balapan tentu memberikan resiko cedera yang berbeda-beda.
Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadikan bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang paling baik. Telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur untuk kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani.
Seseorang melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobi, sedangkan atlit baik amatir dan profesional selalu berusaha mencapai prestasi sekurang-kurangnya untuk menjadi juara. Namun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu diperhatikan antara lain :
a. Usia Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai berlangsung pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1% pertahun (Rule of one), ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat proses degenerasi, selain itu jaringan menjadi rentan terhadap trauma. Untuk mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat degenerasi, maka latihan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian bahwa usia memegang peranan.
b. Jenis Kelamin
Sistem hormon pada tubuh manusia berbeda dengan wanita, demikian pula dengan bentuk tubuh, mengingat perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok untuk semua golonganusia atau jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka akan timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga tertentu
c. Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa setiap macam olahraga, apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu dengan tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah satu mencegahnya.
d. Pengalaman Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan olahraga yang baik agar tujuan tercapai perlu persiapan dan latihan antara lain :
o Metode atau cara berlatihnya.
o Tekniknya agar tidak terjadi “over use”.
e. Sarana atau Fasilitas
Walaupun telah diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih timbul akibat sarana yang kurang memadai
f. Gizi
Olahraga memerlukan tenaga untuk itu perlu gizi yzng baik, selain itu gizi menentukan kesehatan dan kebugaran.

Dalam ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak bisa dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan yang diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi sosial dan ekonomibila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan tertentu yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana masing-masing individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut diperhatikan.
Dalam cedera macam-macan pula derajat cederanya mulai dari yang ringan sampai yang sangat berat, karena faktornya: jenis kelamin, derajat cedera, ukuran tubuh, anatomi, kesegaran aerobik, kekuatan otot, kekuatan, kelemahan ligamen, kontrol motorik pusat, kejiwaan, kemampuan mental merupakan faktor-faktor dalam kecenderungan cedera.

B. Kerangka Berfikir

Tujuan utama dalam mempelajari tentang cedera olahraga adalah supaya mahasiswa atau buru pendidikan jasmani mengetahui bagaimana menangani cedera olahraga dan bagaiman mencegahnya. Untuk tidak menjadi kabur tentang perbedaan banyak ragam jenis cedera maka perlu diberikan penjelasan tentang pengertian cedera, yaitu :

1. Cedera
Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Dapat dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan dilimpahkan pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat menahan dan tidak dapat menyesuaikan diri.
Harus diingat bahwa setiap orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan olahraga, biarpun kita telah berhati-hati tetapi masih juga celaka, tetapibila kita berhati-hati kita akan bisa mengurangi resiko celaka tersebut.

2. Cedera Olahraga
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.

“Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Cedera olahraga jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlit cedera ini bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.

Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok besar :
a. Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar, leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
b. Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang lebih spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer’s elbow swimer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.

C. Macam Cedera Olahraga

Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi puncak sebelum cedera.
Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh, selain itu penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita, cepat lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang macam-macam cedera.

D. Klasifikasi Cedera Olahraga

Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit. Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance atlit. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah jika terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture tulang.
d. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a) Tinkat 1 (ringan)
Straing tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlit. Misalnya straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlit pelari jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance (daya tahannya).
b) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat mengurangi kekuatan atlit.
c) Tingkat 3 (berat)
Straing pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.

2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.
b) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlit memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d) Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.

E. Penyebab dan Pencegahan pada cedera olahraga

Cedera olahraga perlu diperhatikan terutama bagi para pelatih, guru pendidikan jasmani, maupun pemerhati olahraga khususnya yang mempunyai atlit cedera olahraga.
Sekarang hendakna kita satukan bahasa dahulu bahwa yang paling sental dalam pengelolaan cedera bukanlah tenaga medis tetapi pelatih olahraga, yaitu orang yang paling dekat dengan atlit. Sebaik apapun tim medis disiapkan akan kalah dibandingkan dengan kita menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar tergantung tindakan pertama pada saat cedera. Cedera ringan tidak kalah berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlit.
Dalam rangka persiapan menghadapi suatu event. Mengistirahatkan atlit boleh dikatakan mustahil karena waktu yang tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul seni yang tinggi tentang pengelolaan atlit yang cedera.
Pelatih harus menyadari bahwa tiap olahraga mempunyai kecenderungan cedera yang berbeda. Sebagai pelatih, guru pendidikan jasmani haruslah mengetahui cara pencegahan ataupun pertolongan pertama secara benar.
Banyak sekali penyebab-penyebab cedera olahraga yang perlu diperhatikan, sehingga para atlit dapat menepis atau menghindari kecenderungan untuk cedera olahraga.


F. Penyebab Cedera Olahraga

Beberapa faktor penting yang ada perlu diperhatikan sebagai penyebab cedara olahraga.
1. Faktor olahragawan/olagragawati
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30-40 tahun raluman kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligament menurun pada usia 30 tahun. Kegiatan-kegiatan fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b. Faktor pribadi
Kematangan (motoritas) seorang olahraga akan lebih mudah dan lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan olahragawan yang sudah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlit yang baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan olahragawan atau atlit yang sudah berpengalaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan yaitu pemberian awal dasar latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera, namun sebaliknya latihan yang terlalu berlebihan bias mengakibatkan cedera karena “over use”.
e. Teknik
Perlu diciptakan teknik yang benar untuk menghindari cedera. Dalam melakukan teknik yang salah maka akan menyebabkan cedera.
f. Kemampuan awal (warming up)
Kecenderungan tinggi apabila tidak dilakukan dengan pemanasan, sehingga terhindar dari cedera yang tidak di inginkan. Misalnya : terjadi sprain, strain ataupun rupture tendon dan lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat pada organ-organ tubuh termasuk sistem musculoskeletal setelah dipergunakan untuk bermain perlu untuk recovery (pulih awal) dimana kondisi organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikaian kemungkinan terjadinya cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat sebaiknya jangan dipaksakan untuk berolahrag, karena kondisi semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah terjadinya cedera.
i. Keseimbangan Nutrisi
Keseimbangan nutrisi baik berupa kalori, cairan, vitamin yang cukup untuk kebutuhan tubuh yang sehat.
j. Hal-hal yang umum
Tidur untuk istirahat yang cukup, hindari minuman beralkohol, rokok dan yang lain.
2. Peralatan dan Fasilitas
Peralatan : bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang baik akan mudah terjadinya cedera.
Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body contack, serta jenis olahraga yang khusus.
3. Faktor karakter dari pada olahraga tersebut
Masing-masing cabang olahrag mempunyai tujuan tertentu. Missal olahraga yang kompetitif biasanya mengundang cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui sebelumnya.

G. Pencegahan Cedera

Mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja, tetapi masing-masing tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1. Pencegahan lewat keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti, karena penyiapan atlit dan resikonya harus dipikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wjar atau relaks. Dalam meningkatkan atlit tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atlitnya, serta harus dapt mengurangi dosis latihan sebelum resiko cedar timbul.
a) Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap
b) Kulit dan otot terasa mengembang
c) Kehilangan selera makan
d) Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah
e) Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat
f) Penurunan berat badan
g) Melambatnya pemulihan
h) Cenderung menghindari latihan atau pertandingan

2. Pencegahan lewat Fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit baik cedera otot, sendi dan tendo, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a. Strength
Otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu latihan yang cukup sesuai nomor yang diinginkan untuk. Untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar-benar tidak mudah cedera.
b. Daya tahan
Daya tahan meliputi endurance otot, paru dan jantung. Daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena kelelahan mengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
Makan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlit sehubungan dengan latihannya.
Atlit harus makan-makanan yang mudah dicerna dan yang berenergi tinggi kira-kira 2,5 jam sebelum latihan atau pertandingan.
Pencegahan lewat Warming up ada 3 alasan kenapa warm up harus dilakukan :
· Untuk melenturkan (stretching) otot, tendon dan ligament utama yang akan dipakai.
· Untuk menaikkan suhu terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
· Untuk menyiapkan atlit secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
d. Pencegahan lewat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan. Seorang atlit jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Harusnya memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar agar tidak membahayakan.
e. Peralatan
Peralatan yang standart punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang sederhan seperti sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan dalam berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang olahraga umumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini di hubungkan dengan dominanya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari orang lain.
Sepatu yang baiksangat membantu kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Kontruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai cirri-ciri kontruksi sebagai berikut :
1) Sol relative tebal dan kuat, tetapi cukup elastic sehingga mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-kembang).
2) Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3) Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai “Achilles pad” dengan tujuan mencegah cedera tendon Achilles.
4) Terdapat “arch support” yang baik.
5) Harus cukup fleksibel, bisa dibengkokkan dengan mudah.
6) “Heel counter” harus kuat dan kaku.
7) Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu dikatakan pas jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar satu jari tangan (1,5 cm), bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang sepatu). Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki (harus cukup empuk dan tebal) yang bisa digunakan.
f. Medan
Medan dalam menggunakan latihan atau pertandingan mungkin dari alam, buatan atau sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim, sedang sintetik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak. Yang terpenting atlit mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
g. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, seperti kaos, celana, kaos kaki, perlu mendapat perhatian. Misalnya celana jika terlalu ketat dan tidak elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan dan bahkan akan mempengaruhi penampilan atlit.
h. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebih berat lagi. Masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan anatomi, ketidakstabilan tersebut penyebab cedera berikutnya. Dengan demikian dalam menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat pula.
i. Implikasi terhadap pelatih
Sikap tanggung jawab dan sportifitas dari pelatih, official, tenaga kesehatan dan atlitnya sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlitnya memang siap untuk tampil, bila tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan. Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlit merupakan faktor yang lebih penting.

H. Perawatan dan Pengobatan cedera olahraga

Dalam melakukan perawatan dan pengobatan cedera olahraga terlebih dahulu mengetahui dan apa yang harus dikerjakan. Terdapat pendarahan tidak, fruktur tulang (patah tulang) dan sebagainya, atau mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil atau besar (pendarahan dibawah kulit) di daerah itu. Bila ini terjadi akan ada warna ungu, nyeri dan bengkak.
A. Penanganan pendarahan
Penanganan cedera dinilai lewat tingkatan cedera berdasarkan adanya pendarahan lokal.
1. Akut (0-24 jam)
Terjadi cedera antara saat kejadian sampai proses pendarahan berhenti, biasanya samapai 24 jam. Dalam pertolongan yang benar dapat mempersingkat periode ini.
2. Sub-Akut (24-48 jam)
Pada saat masa akut telah berakhir, pendarahan telah berhenti, tetapi bisa berdarah kembali. Bila pertolongan tidak benar dapat kembali ke tingkat akut dan berdarah kembali.
3. Tingkat lanjut (48 jam sampai lebih)
Pendarahan telah berhenti, dan kecil kemungkinan kembali ke tingkat akut, pada saat ini penyembuhan telah mulai. Dengan pertolongan yang baikmasa ini dapat mempersingkat. Pelatih harus sangat mahir dalam hal ini agar tahu kapan harus meminta pertolongan dokter.
B. Penanganan pertama
Pulihnya atlit dan mampu aktif kembali sangat tergantung dari keputusan yang dibuat saat terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan. Bila dokter tidak ada, maka terpaksa pelatih harus memutuskan sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlit terus atau berhenti, untuk cedera yang berat keputusannya sangat mudah diambil, tetapi untuk cedera yang ringan keputusannya menjadi sangat sulit. Bila ragu istirahatkan atlit anda, pelatih sebaiknya mampu melakukan pemeriksaan praktis fungsional dilapangan.
C. Penanganan rehabilitasi medik
Pada terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitasi medik yang sering digunakan adalah :
1. Pelayanan spesialistik rehabilitasi medik
2. Pelayanan fisioterapi
3. Pelayanan alat bantu (ortesa)
4. Pelayananpengganti tubuh (protesa)
Penangana rehabilitasi medik harus sesuai dengan kondisi cedera.
a. Penanganan rehabilitasi medik pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini terjadi dalam waktu 0-24 jam. Yang paling penting adalah penangananya. Pertama adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada tindakan pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang membahayakan jiwa atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang terkenal yaitu RICE :
R – Rest : diistirahatkan adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : penekanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E – Elevatin : peninggian daerah cedera gunanya mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Penanganan rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem yang ada antara lain berupa :
· Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompress dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20-30 menit dengan interval kira-kira 10 menit.
2. Masase es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5-7 menit, dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
3. Pencelupan atau peredaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya 10-20 menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh yang cedera.
Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila diberikan pada fase subakut dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas juga dapat diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya. Kedalam penetrasi ini tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 : Pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Penetrasi
Macam
Contoh
Dangkal (superfisial)








Dalam(Deep)

Lembab/Basah




Kering



Diatermi
Kompres kain air panas
“Hydrocollator pack”
Mandi uap panas
“Paraffin wax bath”
Hydrotherapy

Kompres botol air panas
Kompres bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah infra

Diatermi gelombang pendek
Diatermi gelombang mikro
Diatermi suara ultra


Secara ringkas efek pemberian panas secara lokal dapat dilihat pada tabel no 2.
Table 2 : Respon fisiologis terhadap panas

1. Panas meningkatkan efek vaskulatik jaringan kolagen.
2. Panas mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
3. Panas mengurangi kekakuan sendi
4. Panas mengurangi dan menghilangkan spasme otot
5. Panas meningkatkan sirkulasi darah
6. Panas membantu resolusi infiltrate radang, edema dan eksudasi
7. Panas digunakan sebagai bagian dari terapi kanker

Terapi air (Hydroterapy)
Pada sebagian kasus pemberian terapi air akan banyak menolong. Terapi air dipilih karena adanya efek daya apung dan efek pembersihan. Jenis terapi ini dapat kita berikan dengan memakai bak atau kolam air. Teknik lain terapi air adalah “contrast bath” yaitu dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40,5-43,3 C dan satunya lagi diisi air dingin dengan suhu 10-15 C. anggota gerak yang cedera bergantian masuk ke bejana secara bergantian dengan jarak waktu.

Perangsangan listrik
Perangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi spastisitas dan mencegah terjadinya trombloflebitis. Sedang pada otot denervasi efeknya meliputi menunda progrese atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan nutrisi.

Masase
Dengan menggunakan masase yang lembut dan ringan, kurang lebih satu minggu setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan syarat diberikan dengan betul dan dengan dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi bengkak dan kekakuan otot.
· Pemberian terapi latihan
Waktu untuk memulai terapi latihan tergantung pada macam dan derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya terjadi kerusakan atau robekan serabut otot bagian central memerlukan waktu pemulihan 3 kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot bagian perifer. Sedangkan cedera tulang, persendian (ligament) memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1. Latihan luas gerak sendi
2. Latihan peregangan
3. Latihan daya tahan
4. Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian tubuh)
· Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang akut ortesa terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari cedera ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih banyak, antara lain : ortesa leher, dan support pada anggota gerak bawah. Mencegah terjadinya deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
· Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang diberikan pada atlit yang mengalami cedera dan mengalami kehilangan sebagian anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang akibat dari cedera tersebut.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Kalau pemula, biasanya kesalahan terbanyak karena tidak cukup efektifnya pemanasan atau gerakan peregangan yang dilakukan sebelum memulai olahraga. Akibatnya, otot tidak siap untuk melakukan aktifitas. Berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera dan membahayakan diri sendiri.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1. Guru pendidikan jasmani perlu meningkatkan kualitas pengetahuan tentang cedera olahraga sehingga siswa merasa nyaman jika guru pendidikan jasmaninya bisa mengatasi masalah cedera olahragan.
2. Bagi pelatih-pelatih harus lebih dekat dengan para atlitnya sehingga keluhan-keluhan atlit mengenai cedera yang dialaminya bisa dibicarakan dan disembuhkan secara bersama tim. Peltih juga harus mengetahui bagaimana kondisi para atlitnya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu pelatih-pelatih harus sering mengikutu seminar-seminar untuk para pelatih guna memperdalam pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Paul M. Taylor, dkk. (2002). Mencegah dan Mengatasi Cedera Olahraga. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.

Andun Sujidandoko. (2000). Perawatan dan Pencegahan Cedera. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional .