Dilihat
dari segi geografi, Indonesia merupakan negara yang beruntung.
Bagaimana tidak? Tanah air Indonesia yang menyebar di sekitar
khatulistiwa menjadikan negeri ini beriklim tropis. Letak kepulauan
Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, membuat wilayah Indonesia
strategis berada pada posisi silang. Hal ini mempunyai arti penting
dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Total daratan Indonesia
1.922.570 km² dengan daratan non-air: 1.829.570 km² dan daratan berair:
93.000 km². Dengan lima pulau besarnya Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian Jaya, Indonesia kaya akan potensi alam, laut, dan
tanah yang subur. Sampai muncul lagu Koes Plus berjudul Kolam Susu yang
terinspirasi dari kayanya Indonesia
“Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”
Yap, melihat fakta-fakta di atas, sebagai
orang Indonesia kita dapat berbangga hati. Namun, jika kita melirik
sedikit ke negara yang memiliki hubungan dekat dengan Indonesia selama
350 tahun di masa silam, tentu rasa syukur itu akan bertambah, bahkan
dapat berubah menjadi decak kagum. Mengapa? Fasilitas alam dan
kenyamanan geografis yang kita miliki sayangnya tidak dimiliki negara
tersebut, tetapi apakah itu membuat negara asal legenda pesepakbola Ruud
Gullit tersebut menjadi terpuruk? Hmm…
Belanda nama negeri itu. Tentu anda tahu
kalau bentuk permukaan tanah Belanda termasuk yang unik. Terletak di
benua Eropa dengan berbatasan langsung dengan Laut Utara, Belanda
memiliki permukaan tanah yang sangat rata. Hampir separuh dari negara
Belanda berada kurang satu meter dari permukaan laut. Permukaan
tertingginya hanya 321 meter di permukaan laut, yaitu propinsi Limburg,
yang berada di bagian tenggara negeri Belanda. Bagaimana dengan
permukaan terendahnya? Daerah bernama Nieuwerkerk aan den Ijssel berada
berada 6.76 dibawah permukaan laut!
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6b/Netherlands_map_small.png/300px-Netherlands_map_small.png
Wah, jika begitu bagaimana penduduk di
sana bertahan dari bentukan alam yang tidak mendukung tanah negerinya?
Belajar dari tempaan alam asli, ternyata malah membuat Belanda menjadi
lebih kreatif. Banjir besar dan lautan badai yang berulang kali menerpa
mendorong negara Oranye ini pantang menyerah pada keadaan, Si Oranye ini
tetap optimis membangun masa depannya.
Sampai di sini, Anda pun tentu paham
mengapa Belanda disebut negara bendungan? Betul, untuk bertahan dari
terjangan air maka dibuatlah bendungan-bendungan untuk menahan air yang
mengelilingi tanah Belanda. Bendungan pertama dibangun seribu tahun lalu
(bisa dibayangkan? Itu 1000 tahun yang lalu!). Caranya: danau-danau
dikeringkan, polder (tanah reklamasi) dibangun, dan ketinggian
air dikontrol. Sampai pada akhirnya pembangunan bendungan berujung pada
suatu karya raksasa.
Afsluitdijk nama karya tersebut. Pada monumen bendungan Afsluitdijk tertulis: “Bangsa yang hidup, membangun masa depannya”.
Dari kalimat tersebut dapat tercermin gigihnya perjuangan para
penggagasnya. Afsluitdijk adalah salah satu mahakarya modern Belanda,
satu keping bendungan yang membentang sepanjang 32 km lurus-lempeng,
dengan lebar 90 m, seolah seperti garis yang membelah lautan. Dengan
ketinggian 7,25 meter dari permukaan laut, di atas bendungan tersebut
terbentang jalan bebas hambatan dan jalur khusus untuk sepeda.
Afsluitdijk sungguh merupakan pemandangan indah bagi orang yang
berkendara di atasnya.
Afsluitdijk mulanya dibangun pada tahun
1927 dan 1933. Didorong oleh terjadinya banjir besar yang tiada
hentinya, akhirnya pemerintah Belanda pun meloloskan rencana pembangunan
bendungan ini. Pada tahun 1920 dimulailah suatu proyek ambisius yang
dimulai dengan: ‘menguras dan mengeringkan’ laut. Terbayangkah oleh Anda
bagaimana menguras kaut? Untuk menguras air tergenang akibat banjir di
komplek perumahan saja sulit, apalagi menguras laut?
Lalu, apakah sampai di situ saja
perjuangan negeri tulip ini dalam membangun bangsanya? Ternyata belum,
alam telah mengajarkan mereka untuk tangguh dan kreatif bertahan. Maka
suatu pekerjaan mahakarya konstruksi modern yang jauh lebih besar dan
rumit dari Afsluitdijk dirancang. Delta Works namanya, proyek ini adalah
pembangunan tanggul penahan gelombang laut. Perencanaan tata ruang dan
konstruksi difokuskan pada pemisahan air dan dataran. Delta Works yang
dibangun berkelanjutan dari tahun 1950an–1997 ini masih dilanjutkan lagi
konstruksinya karena situasi terakhir pemanasan global dan naiknya
permukaan air laut. Dengan tembok setinggi 13 meter dari permukaan laut,
sistem ini diyakini mampu menahan badai besar yang terjadi di Belanda.
Dengan total panjang 16.500 km, yang
terdiri dari 2.420 km bendungan utama dan 14.080 km bendungan sekunder,
jumlah totalnya adalah 300 struktur raksasa. Tentu tidak diragukan lagi
Afsluitdijk dan Delta Work, dua mega proyek tersebut kini dipercaya
menjadi salah satu keajaiban konstruksi raksasa di dunia modern ini.
Belajar dari tuntutan alam dan ‘dipaksa’
berkreasi untuk dapat bertahan di negara sendiri memanglah tidak mudah.
Mungkin itulah yang menyebabkan bidang konstruksi Belanda berkembang
sedemikan pesat.
Berkaca dari negara kincir angin ini,
banyak hal yang bisa kita ambil hikmahnya: melihat kekuatan dari
pembelajaran alam, membangun sesuatu yang sulit menjadi mungkin, dan
mewujudkan hidup di bawah lautan! Saatnya kita kembali menelaah diri
sendiri. Seperti yang Koes Plus bilang, tanah kita tanah surga, mungkin
kita sudah terlalu terlena dengan surga yang kita miliki. Saatnya
bangkit, belajarlah dari alam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar